Hidroponik, Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Oleh Zubi Mahrofi    

Petani hidroponik Slamet Riyanto (kedua kanan) bersama komunitas hidroponik berpose di di kebun sayur hidroponik
Legioma.com, JAKARTA--Di tengah pandemi COVID-19 yang tak kunjung reda, ternyata kegiatan pertanian malah naik daun. Bagi masyarakat di pedesaan, pertanian memang bukan kegiatan yang asing.

Bagaimana dengan masyarakat kota? Ternyata pertanian kota (urban farming) pun bisa dilakukan.

Pertanian kota kini menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan di tengah pandemi COVID-19. Dan banyak orang yang menjadikan kegiatan bercocok tanam menjadi hiburan sekaligus hobi, bahkan bisnis.

Bercocok tanam tidak melulu dari pola konvensional yang membutuhkan lahan yang luas. Akan tetapi, dapat juga adaptif dengan kehidupan masyarakat perkotaan.

Salah satu penerapan pertanian urban yang dapat dilakukan pada pekarangan rumah, yakni hidroponik. Sistem tanaman hidroponik adalah salah satu cara bertanam menggunakan media air.

Lantaran tanpa tanah tentu saja formulasi nutrisi cair yang dipilih harus terjamin. Air harus mengandung campuran hara atau nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman.

Tanaman yang biasanya ditanam secara hidroponik adalah tanaman hortikultura berupa sayur-sayuran dan buah-buahan.

Cara bertanam hidroponik salah satunya bisa dengan memanfaatkan pipa air. Untuk menjamin sirkulasi nutrisi, dalam rangkaian pipa air disiapkan alat pompa dengan kapasitas tertentu.

Selain nutrisi, hal yang perlu diperhatikan dalam membuat hidroponik adalah suhu dan intensitas cahaya.

Pemerhati horti, Ani Andayani mengatakan bahwa tren pertanian urban apabila terus dikembangkan setidaknya dapat mencukupi kebutuhan pangan secara mandiri skala rumah tangga.

"Di tengah pandemi ini, sayur sehat akan membantu urusan keluarga," ujar Ani yang sempat menjabat Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Infrastruktur Pertanian pada periode 2015 - 2018 itu.

Ia pun memanfaatkan rooftop atau bagian lantai atas rumah sebagai lahan bertanam untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga yang berkualitas.

"Apabila dipahami secara benar mengerjakan hidroponik di rumah sendiri ibu-ibu pun bisa, ini merupakan cikal belakang ketahanan pangan rumah tangga," ujar Ani.

Lulusan S2 dan S3 Jepang bidang ilmu Plant Nutrition Specialist itu pun sudah memanen beberapa kali tanaman sayuran sejak September 2020, mulai dari sawi, tomat, cabai, hingga baby buncis.

Ia mengaku, semua hasil panen dikonsumsi untuk keluarga sendiri, namun kalau berlebih dibagikan ke tetangga dan oleh-oleh bagi teman yang datang.

Pada dasarnya, nutrisi hidroponik merupakan zat-zat yang dibutuhkan oleh tanaman hidroponik agar dapat tumbuh dengan baik dengan menambahkan unsur hara.

Normalnya, unsur hara seperti nitrogen bisa didapat dari tanah. Namun karena media tanam tumbuhan hidroponik tidak menggunakan tanah, maka diperlukan nutrisi khusus.

"Saat ini tidak sulit mencari hara, itu membuat saya happy, hara yang dibutuhkan untuk hidroponik itu sudah available di dalam negeri," kata Ani yang kini bermukim di Yogyakarta.

Beberapa zat penting yang perlu dimiliki nutrisi hidroponik selain nitrogen adalah fosfat, kalium, kalsium, sulfur, hingga magnesium.

Salah satu kemudahan dari berkebun hidroponik adalah segala parameter untuk budi daya tanaman lebih mudah dikelola dan dikendalikan.

"Kalau tanah harus dianalisis dulu tanahnya, kandungan hara yang tersedia apa saja kemudian memberikan kandungan sesuai dengan kebutuhan tanaman," paparnya.

Hal senada juga disampaikan salah satu petani hidroponik Slamet Riyanto. Menanam dengan media tanah membutuhkan pengetahuan lebih untuk mengukur hara yang dibutuhkan tanaman.

"Kalau media tanah gambling saja. Hidroponik bisa ukur hara-nya, setiap tanaman ada ukuran unsur hara," ujar Yanto demikian ia biasa disapa.

Otodidak

Pria yang sudah masuk dalam masa pensiun sejak pertengahan tahun 2020 itu kini fokus menekuni tanaman hidroponik sebagai tambahan penghasilan.

Dalam berhidroponik, dia tidak sendirian. Ia pun tergabung dalam Maharaja Urban Farming (MUF), komunitas hidroponik di lingkungan rumahnya.

Baginya komunitas itu adalah wahana untuk berbagi ilmu tentang bercocok tanam sayur dan buah baik untuk pemula atau sudah skala bisnis. Selain itu MUF juga memberikan kesempatan kepada anggota untuk bisa memasarkan hasil produksinya.

Ia pun tidak segan-segan membagikan pengetahuannya kepada siapa saja. Ilmu hidroponik yang diperoleh pun didapat dari pertemanan hingga sosial media.

"Saya lulusan Fisip (fakultas ilmu politik), tapi teman saya banyak juga dari IPB (Institut Pertanian Bogor), saya juga belajar dari internet," ucapnya.

Ia mengaku telah memiliki 200 lubang tanam untuk berbagai macam sayuran, seperti sawi, lettuce, dan cabai di pekarangan rumahnya.

Dari lubang tanam itu, kesempatan menambah penghasilan pun dimungkinkan dari menjual hasil panen tanaman. "Kalau panen bareng, di-broadcast hari ini besoknya habis. Kadang ada yang langsung borong semuanya," ucapnya.

Menurutnya, tanaman hidroponik memiliki keunggulan seperti unsur nutrisi lebih tinggi, higienis, lebih cepat panen dan tanpa mengandung pestisida. Hal itu yang membuat tanaman hidroponik diminati masyarakat.

Ia memaparkan, lahan satu meter persegi dengan instalasi hidroponik bertingkat bisa menghasilkan sekitar 50 lubang tanam.

Terdapat beberapa jenis sayuran daun paling diminati untuk hidroponik, seperti sawi, bayam, kangkung, selada, hingga kemangi.

Selain aspek bisnis, aspek ekonomi juga dapat dirasakan dalam rumah tangga bagi penggiat pertanian kota, yakni pemangkasan biaya konsumsi rumah tangga terhadap pangan segar.

Dengan sederet keuntungan yang diperoleh dari menanam di rumah, sepertinya tidak ada alasan lagi bagi penduduk perkotaan untuk tidak mulai menanam. Dengan begitu, setidaknya dapat menghemat anggaran pengeluaran kebutuhan pangan rumah tangga.

Baca juga: Urban Farming, jawaban keterbatasan pangan perkotaan di saat pandemi
Baca juga: Mentan dorong swasta jadi inisiator kembangkan pertanian perkotaan

Editor: Budhi Santoso

Sumber : Antaranews.com

Posting Komentar

0 Komentar